Pengertian Dan Macam-Macam Ijma Dalam Usul Fiqh

Ta'rif
Ijma' ialah kebulatan pendapat semua ahli Ijtihad pada sesuatu masa atas sesuatu hukum syara'Penjelasan Ta'rif
1. Kebulatan dapat terwujud, apa bila pendapat seseorang sama dengan pendapat orang-orang lainnya.
2. Apa bila ada yang tidak menyetujui maka tidak ada ijma', karena dengan demikian kebulatan kebulatan pendapat yang sebenarnya tidak ada. Hanya pendapat golongan terbanyak bisa menjadi hujjah.
3. Kalau pada suatu masa hanya terdapat seorang ahli Ijtihad , maka tidak ada ijma'. Pendapat perseorangan tidak jauh dari kemungkinan salah.
4. Kebulatan pendapat harus tampak nyata. Apakah dengan diam saja, terdapat kebulatan?. Coba berikan jawabannya di kolom komentar!.
5. Kebulatan pendapat orang-orang biasa tidak di sebut ijma'. Di-persamakan dengan mereka orang-orang yang lapangannya bukan penyelidikan hukum-hukum syara', seperti ahli tehnik, ahli filsafat dll.
6. Kebulatan pendapat golongan umat tidak di sebut ijma'. Karena yang di bicarakan adalah ijma' seluruh umat(ijma' ummah).
Macam-Macam Ijma'
Ijma' umat di bagi dua:
1. Ijma' qauli: yaitu suatu ijma', dimana para ahli ijtihad mengeluarkan pendapatnya baik dengan lisan maupun tulisan yang menerangkan persetujuannya atas pendapat mujtahid lain di masanya. Ijma' ini juga di sebut ijma' bayani atau ijma' qat'i.2. Ijma'sukuti: yaitu ijma', dimana para ahli ijtihad diam, tidak mengatakan pendapatnya. Diam berarti di anggap menyetujui.
Menurut golongan hanafiyah kedua macam ijma' tersebut adalah ijma' yang sebenarnya. Menurut Imam Syafi'i hanya ijma' yang pertama saja yang di sebut ijma' yang sebenarnya.
Di samping ijma' umat tersebut, masih ada macam-macam ijma' yang lain, yaitu:
1. Ijma' Sahabat
2. Ijma' Khalifah yang empat
3. Ijma' Abu Bakar dan Umar
4. Ijma' Ulama Madinah
5. Ijma' Ulama Kufah dan Basrah
6. Ijma' Itrah (Ahli Bait= golongan Syiah).
Selain ijma' sahabat, ijma'-ijma' tersebut tidak menjadi hujjah.
Sandaran Ijma'
Ijma' tidak di pandang sah, kecuali apa bila ada sandaran sebab ijma' bukan merupakan dalil yang berdiri sendiri. Fatwa dalam urusam Agama tanpa sandaran adalah salah. Sandaran tersebut adakalanya berupa dalil qat'i, yaitu Qur'an dan Hadis mutawatir.ada kalanya berupa dalil zhanni yaitu hadis ahad dan qiyas. Apabila sandaran ijma' itu hadis ahad maka hadis ahad ini bertambah kekuatan atau nilainya.
Tentang qiyas masih menjadi perselisihan apakah menjadi sandaran ijma' atau tidak?
Alasan yang membolehkan:
1. Qiyas adalah salah satu jalan menetapkan hukum syara'. Karena itu, qiyas dapat di jadikan sandaran ijma' sebagaimana dalil-dalil yang lain
2. Terjadi ijma' atas haramnya lemak babi karena di qiyaskan dengan dagingnya
3. Terjadi ijma' atas ke-Khilafatan Abu Bakar karena di qiyaskan dengan keimanannya dalam shalat (di jadikan Imam Shalat oleh Nabi).
Alasan yang tidak membolehkan:
1. Kalau terjadi ijma' berdasar qiyas, tentulah seseorang mujtahid dapat menyanggahnya, sebab qiyas bisa di sanggah. Menyanggah pokok, yaitu qiyas, berarti pula menyanggah cabangnya, yaitu ijma'
2. Para ulama tidak sepakat pendapatnya tentamg kehujjahan qiyas. Keadaan demikian menimbulkan perbedaan tentang kehujjahan ijma'. Seseorang yang tidak mengakui kehujjahan qiyas, tidak akan mengakui kehujjahan ijma'.
Kehujjahan ijma'
Apa bila sudah terjadi ijma', maka ijma' itu menjadi hujjah yang qat'i.Kebulatan pendapat segala mujtahid atas sesuatu hukum yang tertentu, meskipun berbeda lingkungan dan alirannya tanpa di ragukan lagi menunjukkan adanya satu kebenaran yang telah membawa kebulatan pendapat mereka. Kebenaran tersebut ialah karena cocoknya hukum itu dengan jiwa syari'at dan dasar-dasarnya yang umum.
Kehujjahan ijma' tersebut di tunjukkan oleh Al-Qur'an dan hadis.
Qur'an yang artinya:
"Wahai orang-orang mukmin patuhlah kepada Allah, patuhlah kepada Rasul, dan patuhlah kepada kepada orang-orang yang memerintah diantara kamu"(An Nisa: 59).
Sudah di sepakati, yang di maksud Ulil 'Amri, ialah para Ulama. Masing-masing bertugas dalam lapangannya sendiri-sendiri.