Sejarah Perkembangan Ushul Fiqh




Syariat Islam yang datang kepada kita dasarnya ialah Qur'an, kemudian Qur'an itu di jelaskan oleh Nabi Muhammad saw. Baik dengan kata-kata maupun perbuatannya. Kata-kata dan perbuatan inilah yang di katakan Sunnah.

Sahabat-sahabat Nabi dan para tabi'in sempurna pengetahuannya tentang bahasa Qur'an, bahasa Arab, dan mengetahui pula sebab-sebab turunnya, rahasia-rahasia syari'at dan tujuannya. Pengetahuan ini di sebabkan karena pergaulan mereka dengan Nabi saw. di samping kecerdasan mereka. Karena itu, mereka tidak memerlukan peraturan-peraturan dalam mengambil sesuatu hukum(istinbat), sebagaimana mereka tidak membutuhkan qaidah-qaidah untuk mengetahui bahasa mereka sendiri (bahasa Arab).


Sesudah Islam meluas dan bangsa Arab sudah bergaul dengan bangsa-bangsa lain, maka di buatlah peraturan-peraturan bahasa Arab. Selain untuk menjaga bahasa Arab sendiri, sebagai bahasa Qur'an, dari pengaruh-pengaruh bahasa lain, juga agar bahasa itu mudah di pelajari bangsa lain. Di samping itu, banyak peristiwa-peristiwa baru yang timbul dalam segala lapangan hidu. Keadaan mencari dan menentukan hukum peristiwa-peristiwa tersebut.

Para Ulama telah tersebar di Negeri-negeri yang baru dan telah terpengaruh pula oleh lingkungan dan cara berfikir negeri itu yang berbeda satu sama lain. Karena itu, masing-masing Ulama dalam melakukan Ijtihad dan mencari hukum menempuh jalannya sendiri-sendiri yang di pandangnya benar atau yang sesuai dengan jalan pikirannya. Keadaan seperti ini sudah barang tentu menimbulkan perbedaan pendapat, baik sebagai keputusan hakim maupun sebagai fatwa, bukan saja antara satu negeri dengan yang lain, bahkan antara satu daerah dengan daerah lain dari suatu negeri.

Timbullah pikiran untuk membuat peraturan-peraturan dalam ijtihad dan pengambilan hukum, agar dengan peraturan-peraturan ini dapat di peroleh pendapat yang benar dan agar dapat di perdekatkan jarak perbedaan-perbedaan pendapat tersebut.

Yang pertama-tama mengusahakan peraturan-peraturan tersebut adalah Imam Syafi'ih(wafat 204 H) yang di tulisnya dalam kitab "Arrisalah". Dalam kitab ini, ia membicarakan tentang Qur'an, kedudukan hadis dan macam-macamnya, Ijma', Qiyas dan pokok peraturan mengambil hukum.

Usaha Imam Syafi'i ini merupakan batu pertama dari ilmu Usul Fiqh yang kemudian di lanjutkan pembahasannya oleh para ahli Usul sesudahnya, sehingga menjadi banyak pembicaraannya.

Para ulama usul dalam membicarakan persoalan usul fiqh tidak selalu sama; baik tentang istilah-istilah maupun tentang jalan pembicaraannya. Karena itu maka terdapat dua golongan:

1. Golongan ahli ilmu kalam atau aliran Syafi'iyyah.
2. Golongan Hanafiyyah.

Golongan pertama dalam pembahasannya selalu mengikuti cara-cara yang lazim di gunakan dalam ilmu kalam, ialah dengan memakai akal pikiran dengan alasan-alasan yang kuat dalam menetapkan peraturan-peraturan pokok, tanpa memperhatikan apakah peraturan-peraturan tadi sesuai dengan soal furu' atau tidak. Yang termasuk golongan ini ialah golongan Mu'tazilah, Syafi'iyyah dan Malikiyyah.

Kitab-Kitab Yang Di Tulis Oleh Golongan Ilmu Kalam

1. Al-Mu'tamad oleh Muhammad bin Ali(wafat 463 H)
2. Al-Burhan oleh Al-Juwaini(wafat 478 H)
3. Al-Mustashfa oleh Al-Ghazali (wafat 505 H)
4. Al-Mahshlul oleh Ar-Razy (wafat 606 H) yang meringkaskan ketiga kitab tersebut di atas.


Adapun golongan kedua, yaitu golongan Hanafiyyah, dalam pembicaraannya selalu memperhatikan dan menyesuaikan peraturan-peraturan pokok dengan soak-soal furu', sehingga mereka sebenarnya menetapkan peraturan-peraturan pokok tersebut berdasarkan soal-soal furu' yang telah di terima dari imam-imam mereka.

Golongan Hanafiyyah

1. Al-Jasshas (wafat 370 H)
2. Al-Bazdawi (wafat 483 H)
3. Annasafi(wafat 790 H).

Sesudah mereka semua, datanglah angkatan baru yang mempersatukan kedua aliran, Aliran Mutakallimin dan Hanafiyyah. Di antara mereka ialah:

1. Sadrus Syari'ah dengan Kitabnya Tangqihul-usul,(wafat 747 H)
2. As-Sa'ati dengan Kitabnya Badi'unnidzam (wafat 694 H)
3. Kamal bin Hammam dengan Kitabnya Attahrir(wafat 861 H).

Kemudian datang As Syatibi (wafat 780 H), yang menulis kitab Al-Muwafaqat dengan cara yang baru. Dalam kitab ini selain di terangkan kaisah-kaidah "usul", juga di terangkan tujuan syari'at dan hikmahnya mentasyri'kan sesuatu hukum.

Selain kitab-kitab tersebut di atas, banyak pula jitab-kitab usul, seperti; Irsyadulfuhul oleh Assyaukani (wafat 1255 H). Usuk-Fiqh oleh Al-Chudari (wafat 1245).

Ada pula kitab Usul-Fiqh dalam bahasa Indonesia dengan nama "kelengkapan dasar-dasar Fiqh" oleh Prof. T.M. Hasbi As-Shiddiqi.