Apa Pengertian Kitab Al-Quran ?
Apa Al-Qur'an?
Al-Qur'an, ialah kumpulan firman Allah yang di turunkan kepada Nabi Muhammad saw. dan di nukilkan dengan jalan mutawatir dan dengan bahasa Arab. KeAraban Qur'an merupakan bagian dari pada Qur'an dan oleh karena itu terjemahannya tidak di namakan Qur'an. Jika kita shalat dengan membaca terjemahan Qur'an, maka shalatnya tidak sah, karena yang di perintahkan adalah membaca apa yang di namakan Qur'an, sedangkan terjemahannya bukan Qur'an.
Qur'an harus di riwayatkan dengan tawatur. Artinya di riwayatkan oleh orang banyak dengan berturut-turut. Apa yang di riwayatkan oleh orang seorang tidak di namakan Qur'an. Karena itu bacaan Qur'an yang tidak biasa di kenal (bacaan syadz) dan tidak di sepakati oleh Qurra (ahli pembacaan Qur'an), tidak di namai Qur'an dan tidak sah pula untuk shalat.
Bacaan Qur'an yang sudah di sepakati ialah bacaan dari Imam yang tujuh:
1. Ibnu Katsir (Mekkah wafat 120 H).
2. Nafi' (Madinah wafat 169 H).
3. Ibnu 'Aamir (Basrah wafat 118 H).
4. Abu 'Amr Ibnu Al 'Ala'(Basrah wafat 155 atau 157 H).
5. 'Asim (Kufah wafat 127 H).
6. Hamzah (Kufah wafat 156 H).
7. Al Kisa'i (Kufah wafat 189 H).
Masih ada tiga bacaan lainnya yang belum di sepakati oleh para Qurra' ialah bacaan dari:
1. Abu Ja'far (Madinah, wafat 128 H).
2. Ja'cub (Basrah, wafat 205 H).
3. Khalaf (Kufah, wafat 129 H).
Pokok-Pokok Isi Qur'an
1. Tauhid (mengEsakan Tuhan)Lihat soal tanya jawab tentang Tauhid》.
Termasuk di dalamnya semua kepercayaan terhadao alam ghaib. Tauhid adalah tujuan yang terpenting dari Agama, karena semua manusia waktu di turunkan Qur'an, adalah penyembah berhala, meskipun sebagiannya ada yang mengEsakan Tuhan. Tetapi jumlahnya sedikit sekali.
2. Ibadah, sebagai perbuatan yang menghidupkan tauhid dalam hati dan meresapkannya ke dalam jiwa.
3. Janji dan Ancaman.
Qur'an menjanjikan pahala bagi orang yang mau menerima isi Qur'an dan mengancang mereka yang mengingkarinya dengan siksa. Janjinya berlaku bagi orang perseorangan maupun bagi sesuatu bangsa keseluruhannya, baik janji itu mengenai kenikmatan dunia maupun kenikmatan akhirat.
Allah menjanjikan bagi orang-orang yang mukmin memperoleh kekuasaan dan kemuliaan dan mengancamkan kehinaan dan kecelakaan dalam dunia bagi orang-orang yang menyalahinya. Demikian pula Allah menjanjikan Syurga dan kenikmatan dan mengancamkan neraka dan siksa di akhirat kelak.
4. Jalan-jalan mencapai kebahagiaan dunia maupun akhirat. Karena itu, Qur'an berisi peraturan-peraturan dan hukum-hukum. Peraturan-peraturan dan hukum-hukum tersebut ada yang mengatur perhubungan Manusia dengan Tuhan. Ada pula yang mengatur perhubungan manusia sesama manusia.
5. Riwayat dan Ceritera.
Yaitu sejarah orang-orang yang mau tunduk kepada agama Allah dan mau menjalankan hukum-hukumnya, yaitu para Nabi-Nabi, Rasul-Rasul dan orang-orang shaleh. Juga sejarah mereka yang mengingkari Agama Allah dan hukum-hukumNya. Maksud riwayat dan ceritera-ceritera tersebut, ialah untuk menjadi tauladan bagi orang-orang yang hendak mencari kebahagiaan.
Sifat Hukum Yang Ada Dalam Qur'an
Kebanyakan hukum yang ada dalam Qur'an bersifat umum (kulli) tidak membicarakan soal-soal yang kecil-kecil (juz'i), artinya tidak satu persatunya soal dibicarakan. Karena itu, Qur'an memerlukan penjelasan-penjelasan. Demikianlah, maka seluruh hadis dengan bermacam-macam persoalannya merupakan penjelasan terhadap Qur'an. Meskipun dengan serba singkat, Qur'an sudah melengkapi semua persoalan yang berhubungan dengan dunia dan akhirat. Syari'at Islam telah menjadi sempurna dengan berakhirnya penurunan Qur'an, sebagaimana yang di firmankan Allah.
"Pada hari ini Aku sempurnakan agamamu dan aku cukupkan nikmatKu buatmu dan Aku sukai agama islam bagimu".(Al Maidah 3).
Sebagaimana kita ketahui,shalat, zakat, jihad, dan urusan-urusan ibadah lainnya, hukum-hukumnya dalam Qur'an terlalu umum. Maka yang menjelaskan ialah hadis. Demikian pula urusan mu'amalat seperti pernikahan, qisas, hudud dan lain-lain masih membutuhkan penjelasan.
Dalil-dalil hukum selain Qur'an sendiri juga hadis, ijma' dan qiyas. Ketiga-tiganya ini juga adalah merupakan bagian dari pokok Qur'an. Karena itu dalam mengambil sesuatu hukum tidak cukup dari Qur'an saja tanpa melihat penjelasannya. Penjelasannya ialah hadis. Apa bila hadis masih membutuhkan penjelasan maka lihatlah keterangan ulama-ulama terdahulu (salaf), karena mereka lebih tahu. Kalau tidak di dapati, maka barulah kesanggupan sendiri dalam memahami hadis sepanjang pengertian yang di dapati menurut aturan-aturan bahasa Arab.
Garis Besar Hukum-Hukum Yang Ada Dalam Qur'an
Hukum-hukum yang ada dalam Qur'an, pada garis besarnya dapat di bagi dua:
1. Hukum-hukum yang mengatur perhubungan manusia dengan Tuhannya (Allah), yang di sebut Ibadah.
2. Hukum-hukum yang mengatur pergaulan manusia (perhubungan sesama manusia), yaitu yang di sebut mu'amalat (dalam arti yang luas).
Hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan masyarakat (mu'amalat) dapat di masuki akal dan fikiran. Dia berdasarkan kemaslahatan dan kemanfaatan. Kemaslahatan dan kemanfaatan inilah yang menjadi jiwa Agama.
Atas dasar kemaslahatan dan kemanfaatan ini, hukum-hukum itu dapat di sesuaikan dengan segenap tempat dan masa. Dalam Qur'an dan sunnah Nabi banyak di dapati hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang di hubungkan dengan mu'amalat itu sedang sesuatu yang belum di sebutkan dalam Qur'an dan sunnah Nabi dapat di qiyaskan dengan memperhatikan sebab-sebab, illat-illat dan perhubungannya.
Dasar-Dasar Qur'an Dalam Membuat Hukum
Qur'an di turunkan untuk memperbaiki kehidupan manusia.karena itu, Qur'an berisi perintah dan larangan-larangan. Qur'an memerintahkan perbuatan yang baik dan melarang perbuatan yang jahat.
Dalam mengadakan perintah dan larangan, Qur'an selalu berpedoman kepada tiga hal:
1. Tidak memberatkan atau menyusahkan
2. Tidak memperbanyak tuntutan(beban)
3. Berangsur-angsur dalam mentasyri'kan hukum.
Berhubung dengan dasar pertama, kita boleh:
(a) Menqasarkan Shalat (dari empat menjadi dua raka'at dalam bepergian)
(b) boleh tidak berpuasa dalam bepergian
(c) boleh mengumpulkan (jama') dua shalat
(d) boleh bertayammum sebagai ganti wudhu'
(e) boleh makan makanan yang di haramkan, bila keadaan memaksa.
Dasar kedua, yaitu tidak memperbanyak tuntutan, adalah akibat yang tak dapat di elakkan dari dasar yang pertama. Jumlah ayat-ayat Qur'an yang behubungan dengan hukum (tuntutan/perintah) yakni kurang lebih 200.
Hikayat Dalam Qur'an
Pada waktu Qur'an di turunkan, bangsa Arab telah mempunyai adat kebiasaan yang sudah kokoh. Di antara adat kebiasaan itu ada yang perlu di teruskan dan tidak berbahaya bagi pertumbuhan umat. Ada pula yang sangat berbahaya dan perlu di hapuskan. Tetapi penghapusannya tidak dengan sekaligus melainkan dengan berangsur-angsur.
Semua ceritera (hikayat) dalam Al Qur'an kalau sebelum atau sesudahnya ada bantahan, maka menunjukkan bahwa ceritera itu tidak benar.
Contoh:
١.اِذٰ قَا لُوٰ ا مَا اَ نٰزَ ﷲُ عَلَ بَشَرٍ مٍّنٰ شَيٰ ءٍ
٦.قُلٰ مَنٰ اَ نٰزَ لَ ا لٰكِتَا بِ ا لَّذِ ی خَا ءَ بِهِ مُوٰ سَ نُوٰ رً ا وَ هُدً ی لِلنَّا سِ
Artinya:
1. "Tatkala mereka mengatakan: Allah tidak menurunkan apa-apa kepada manusia".
2. "Katakan (Muhammad):" siapa yang menurunkan Kitab (taurat) yang di bawa Musa, sebagai cahaya dan petunjuk bagi Manusia". (Al An'am 92).
Dengan adanya bantahan pada ayat kedua tersebut, maka anggapan orang-orang musyrik pada ayat pertama ternyata tidak benar. Kita mengetahui, bahwa Qur'an adalah pemisah antara hak dan batil, keseluruhannya dari Allah bagi makhluk.
Sebab-Sebab Turunnya Ayat-Ayat Qur'an
Mengetahui sebab-sebab turunnya Qur'an adalah penting bagi orang yang hendak mengetahui ilmu yang ada di dalamnya.
Penting karena dua sebab
1. Untuk mengetahui kemu'jizatan (daya pelemah atau kekuatan) ayat-ayat Qur'an, haruslah di ketahui suasana dan keadaan tatkala turunnya ayat tersebut, baik keadaan ayat itu atau keadaan orang-orang yang di tuju ayat itu atau keadaan Nabi Muhammad yang membawa ayat itu atau keadaan mereka seluruhnya.
Sesuatu pembicaraan dapat berlainan pengertiannya menurut perlainan keadaan dan perlainan orang-orang yang di ajak bicara. Sesuatu pertanyaan dapat berarti menetapkan sesuatu, atau mencela atau minta penjelasan. Demikian pula bentuk amr dapat berarti membolehkan, mengancam dan sebagainya. Maka tidak akandi ketahui maksud yang sebenarnya, kecuali dengan mengetahui keadaan di luarnya sebab tidak setiap keadaan atau setiap qarinah di sebutkan dalam ayat itu sendiri.
2. Tidak mengetahui sebab-sebab turinnya ayat Qur'an, bisa mendatangkan keserupaan dan keraguan. Bisa pula menyebabkan ayat-ayat yang terang maksudnya menjadi samar, sehingga timbul perselisihan.
Selain sebab- sebab turunnya ayat Qur'an, perlu pula di ketahui adat kebiasaan bangsa Arab baik perkataan maupun perbuatannya, juga keadaan-keadaan yang berlaku pada waktu turunnya (ayat) Qur'an. Dalam Qur'an banyak terdapat ayat yang baru dapat di mengerti, sesudah mengetahui kebiasaan bangsa Arab. Seperti ayat:
وَاَ تِمُّو ا الٰحَجَّ وَا لٰعُمٰرَ ۃَ لِلّه
"Sempurnakanlah hajji dan umrah karena Allah".(Al Baqarah 196).
Disini yang di perintahkan penyempurnaan, bukan pokoknya kewajiban hajji. Karena sebelum Islam bangsa Arab telah menjalankan hajji, tetapi dengan mengganti sebagian upacaranya ataupun menghapuskannya, seperti wukuf di Arafah dan sebagainya.karena itu yang di perintahkan Nya hanya penyempurnaan hajji.
ُ