Pengertian Tarjih Dalam Usul Fiqh


Tarjih ialah menguatkan salah satu hukum atas hukum lainnya. Tidak semua hukum-hukum Syari'at berdasarkan yang qat'i (pasti), tetapi sebagiannya, bahkan sebagian besarnya, berdasar dalil-dalil yang zhanni. Kalau demikian dalil-dalil tersebut dapat berlawanan menurut lahirnya, mengingat kepada jelas atau tidak jelasnya. Maka wajib di tarjihkan dan yang kuat itulah yang di pakai.

Dasar-Dasar Dan Syarat-Syarat Tarjih


Dasar tarjih
1. Ijma' sahabat untuk menjalankan tarjih. Mereka memakai hadis yang di riwayatkan 'Aisyah yang menerangkan wajibnya mandi ketika bertemu dua alat kelamin laki-laki dan perempuan, dan mereka meninggalkan hadis "air hanya dari air".

2. Kalau dua dugaan berlawanan, kemudian salah satunya lebih kuat, maka memakai dugaan kuat itu menjadi tertentu/tidak ragu-ragu menurut adat kebiasaan. Demikian pula hukum-hukum syari'at. Kalau tidak memakai yang lebih kuat, tentulah memakai yang lemah. Pemakaian yang lemah daengan meninggalkan yang kuat tidak dapat di terima akal.

Syarat-syarat Tarjih




1. Dalil-dalil yang berlawanan, sama kekuatannya, seperti Qur'an dengan Qur'an, Qur'an dengan hadis mutawatir, hadis mutawatir dengan hadis mutawatir, hadis ahad dengan hadis ahad. Kalau tidak sama-sama kekuatannya, seperti Qur'an dengan hadis ahad, maka tidak perlu ada tarjih lagi, sebab yang lebih kuat yaitu Qur'an, itulah yang di pakai.

2. Sama hukumnya, bersatu pula waktu, tempat maudhu (pokok, kalimat-subyek), mahmul (predikat) dan keseluruhan atau sebagian.
Misalnya: jual beli sesudah azan jum'at di larang, di waktu yang lain, jual beli di bolehkan. Disini tidak ada perlawanan, karena berbeda waktunya.

Macam-macam perlawanan

Perlawanan dalil-dalil, menurut perhitungan ada sepuluh:
1. Antara Qur'an dengan Qur'an
2. Antara Qur'an dengan hadis
3. Antara Qur'an dengan ijma'
4. Antara Qur'an dengan qiyas
5. Antara hadis dengan hadis
6. Antara hadis dengan ijma'
7. Antara hadis dengan qiyas
8. Antara ijma' dengan ijma'
9. Antara ijma'dengan qiyas
10. Antara qiyas dengan qiyas.

Yang di bicarakan disini hanyalah perlawanan hadis dengan hadis. Perlawanan selebihnya boleh di katakan tidak pernah terjadi.

Cara-Cara Menarjih Hadis-Hadis Yang Berlawanan


Cara menarjih hadis yaitu ada empat yakni, mengingat;
I. Isnad.
Di dahulukan hadis:

1. Yang banyak perawinya
2. Yang di riwayatkan oleh orang-orang besar daripada yang di riwayatkan orang kecil
3. Yang di riwayatkan oleh orang yang faqih dan mengetahui bahasa Arab daripada yang di riwayatkan oleh orang yang bukan demikian
4. Yang di riwayatkan oleh orang yang lebih di percaya dan lebih teliti
5. Yang di riwayatkan oleh orang yang langsung mengalami peristiwa (shahibul qisshah)
6. Yang di riwayatkan oleh orang yang langsung menerimanya
7. Yang di riwayatkan oleh orang yang banyak bergaul dengan Nabi
8. Yang di riwayatkan oleh orang yang selalu hafal dan tidak berubah fikirannya
9. Riwayat yang di sebutkan sebabnya
10. Riwayat yang yang didengar dengan berhadap-hadapan daripada yang di dengar dari belakang tirai
11. Hadis yang terdapat dalam kedua kitab Bukhari dan Muslim.

II. Matan.
Di dahulukan matan



1. Yang haqiqat daripada yang majaz
2. Yang tidak memerlukan idhmar daripada yang membutuhkannya
3. Yang menunjukkan kepada maksud dari dua jalan daripada yang hanya satu jalan
4. Yang mengandung isyarat kepada hukum daripada yang tidak demikian
5. Yang di sertai ancaman atau ta'kid (penandasan) daripada yang tidak
6. Yang memakai penjelasan daripada yang tidak
7. Yang mengandung mafhum muwafaqah daripada yang mengandung mafhum mukhalafah
8. Yang mengandung larangan daripada yang mengandung suruhan
9. Yang mengandung perintah daripada yang mengandung kebolehan.

III. Madlul
Di dahulukan hadis

1. Yang berisi hukum yang lebih ringan
2. Yang menetapkan hukum (mutsbit) daripada yang meniadakannya (nafi)
3. Yang berisi pembatalan hukuman had (yang tertentu) daripada yang menetapkannya
4. Yang mendekati ihtiath (berhati-hati)
5. Yang menetapkan hukum asal atau baraah ashliyah.

IV. Mengingat hal-hal di luar hadis.

1. Di dahulukan hadis yang di kuatkan oleh dalil yang lain
2. Di dahulukan hadis yang lebih menyerupai zahirnya (Qur'an)
3. Di dahulukan hadis yang berupa perkataan daripada hadis perbuatan, sebab dalalah perkataan lebih kuat daripada dalalah perbuatan.